Senin, 08 Oktober 2007

ISLAM DATANG MEMULIAKAN WANITA

Keberadaan Wanita Sebelum Islam

Panjang sudah zaman yang dilalui umat manusia yang berdiam di bumi Alloh Subhanahu wa Ta’ala ini. Sekian waktu mereka lalui dalam memakmurkan bumi karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala memang menjadikan manusia sebagai khalifah di bumi-Nya. Dia Yang Maha Tinggi berfirman kepada para malaikat-Nya sebagaiman diabadikan dalam Tanzil-Nya yang mulia:


Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi."(Al-Baqoroh:30)


Manusia pun membangun kehidupan dan peradaban mereka, generasi demi generasi, silih berganti. Namun sejarah mencatat sisi gelap perlakuan mereka terhadap makhluk Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang bernama wanita, padahal wanita merupakan bagian dari umat manusia. Kesewenang-wenangan dan penindasan mewarnai hari-hari kaum wanita dalam kegelapan alam jahiliyah, baik di kalangan bangsa Arab maupun di kalangan ajam (non arab). Perlakuan jahat dan ketidaksukaan orang-orang jahiliyah terhadap wanita ini diabadikan dalam Al-Quranul Karim.


Apabila salah seseorang dari mereka diberi kabar gembira dengan (kelahiran) anak perempuan, menjadi merah padamlah wajahnya dalam keadaan ia menahan amarah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak karena buruknya berita ang disampaikan kepadanya. (Ia berpikir) Apakah ia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya hidup-hidup di dalam tanah?. Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu. (An-Nahl : 58-59).

Dan apabila bayi-bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup itu ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (At-Takwir :8-9)


Al-Hafizh Ibnu Katsir rohimahullah menyatakan bahwa anak perempuan itu dikubur hidup-hidup oleh orang-orang jahiliyah karena tidak suka dengan anak perempuan. (Tafsir Ibnu Katsir,8/260)


Apabila anak perempuan itu selamat dari tindakan tersebut dan tetap hidup maka ia hidup dalam keadaan dihinakan, ditindas dan didzlimi, tidak diberikan hak waris walaupun si wanita sangat butuh karena fakirnya. Bahkan justru ia menjadi salah satu benda warisan bagi anak laki-laki suaminya apabila suaminya meniggal dunia. Dan seorang pria dalam adat jahiliyah behak menikahi berapapun wanita yang diingikannya tanpa ada batasan dan tanpa memerhatikan hak-hak para istrinya. (Al-Mu’minat.hal11)

Ini kenyataan yang didapatkan pada bangsa arab sebelum diutusnya Rasulullah shollallhu alaihi wasallam, kenyataan buruk yang sama juga terdapat bangsa Yunani dan Romawi yang dulunya dikatakan telah memiliki ”peradaban yang tinggi”. Mereka menempatkan wanita tidak lebih dari sekedar barang murahan yang bebas untuk diperjualbelikan di pasaran.wanita di sisi mereka tidak memiliki kemerdekaan dan kedudukan, tidak pula diberi hak waris.

Di Hindustan, wanita dianggap jelek, sepadan dengan kematian, neraka, racun dan api. Bila seorang suami meninggal dan jenazahnya diperabukan maka si istri yang jelas-jelas masih hidup harus ikut dibakar bersama jenazah suaminya.

Bagi bangsa Yahudi, wanita adalah makhluk terlaknat karena sebabnyalah Nabi Adam melanggar larangan Alloh Subhanahu wa Ta’ala hingga dikeluarkan dari surga. Sebagian golongan yahudi menganggap ayah si wanita berhak memperjualbelikan putrinya.

Wanita juga dihinakan oleh para pemeluk agama Nasrani. Sekitar abad ke-5 Masehi, para pemuka agama ini berkumpul untuk membahas masalah wanita;apakah wanita itu sekedar tubuh tanpa ruh di dalamnya, ataukah memiliki ruh sebagaimana lelaki?Keputusan terakhir mereka menyatakan wanita itu tidak memiliki ruh yang selamat dari azab neraka Jahannam, kecuali Maryam Ibu ’Isa (Al-Mar’ah fil Islam, hal 10-12)


Kedudukan Wanita dalam Islam


Islam datang dengan cahayanya yang menerangi dunia. Kezaliman terhadap wanitapun terangkat. Islam menetapkan insaniyyah (kemanusiaan) seorang wanita layaknya seorang lelaki, dimana Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfiman :

Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari seorang laki-laki dan seorang perempuan...” (Al-Hujurat :13)

Wahai manusia, bertakwalah kalian kepada Rabb kalian yang telah menciptakan kalian dari jiwa yang satu,kemudianDia ciptakan dari jiwa yang satu itu pasangannya. Lalu dari keduanya Dia memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak”(An-Nisa’ : 1)

Sebagaimana wanita berserikat dengan lelaki dalam memperoleh pahala dan hukuman atas amalan yang dilakukan, Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Siapa yang beramal shalih dari kalangan laki-laki ataupun perempuan sedangkan ia dalam keadaan beriman maka Kami akan menganugerahkan kepadanya kehidupan yang baik dan Kami akan memberikan balasan pahala kepada mereka dengan yang lebih baik daripada apa yang mereka amalkan”(An-nAhl : 97)


Dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Agar Alloh mengazab orang-orang munafik, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan, dan orang-orang musyrik, baik dari kalangan laki-laki maupun permpuan. Dan agar Alloh mengampuni orang-orang yang beriman, baik dari kalangan laki-laki maupun perempuan...”(Al-Ahzab : 73)


Alloh Subhanahu wa Ta’ala mengharamkan wanita dijadikan barang warisan sepeninggal suaminya.


Wahai orang-orang yang beriman tidak halal bagi kalian mewarisi para wanita secara paksa.” (An-Nisa’ : 19)


Bahkan wanita dijadikan sebagai salah satu ahli waris dari harta kerabatnya yang meniggal. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

Bagi para lelaki ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orang tua dan kerabat-kerabtnya. Dan bagi para wanita ada hak bagian dari harta peninggalan kedua orangtua dan kerabat-kerabatnya, baik sedikit ataupun banyak menurut bagian yang telah ditetapkan.” (An-Nisa’: 7)


Dalam masalah pernikahan, Alloh Subhanahu wa Ta’ala membatasi laki-aki hanya boleh mengumpulkan empat istri , dengan syarat harus berlaku adil dengan sekuat kemampuannya di antara para istrinya. Dan Alloh Subhanahu wa Ta’ala wajibkan bagi suami untuk bergaul dengan ma’ruf terhadap istrinya:


Dan bergaullah kalian dengan para istri dengan cara yang ma’ruf.”(An-Nisa’: 19)


Alloh Subhanahu wa Ta’ala menetapkan adanya mahar dalam pernikahan sebagai hal wanita yang harus diberikan secara sempurna kecuali bila si wanita merelakan dengan kelapangan hatinya. Dia Yang Maha Tinggi Sebutan-Nya berfirman:

Dan berikanlah mahar kepada para wanita yang kalian nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kalian sebagian dari mahar tersebut dengan senang hati, maka makanlah (ambilah) pemberian itu sebagai sesuatu yang baik.”(An-Nisa’ : 4)

Wanita pun dijadikan sebagai penanggung jawab dalam rumah tangga suaminya, sebagai pemimpin atas anak-anaknya. Nabi shollallahu alaihi wasallam kabarkan hal ini dalam sabdanya:

Wanita adalah pemimpin atas rumah tangga suaminya dan anak suaminya, dan ia akan ditanya tentang mereka.”(HR>Al-Bukhari dan Muslim).(Al-Mukminat hal 12-14)


Wanita di Hadapan Hukum Syariat


Syariat Islam yang diturunkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi-Nya Muhammad shollallahu alaihi wasallam menetapkan bahwa wanita adalah insan yang mukallaf sebagaimana laki-laki. Wanita wajib bersaksi tidak ada sesembahan yang berhak diibadahi kecuali hanya Alloh Subhanahu Wa Ta’ala dan Muhammad shollallahu alaihi wasallam adalah utusan Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Ia harus menegakkan sholat, menunaikkan zakat, puasa di bulan romadhan dan berhaji bila ada kemampuan. Ia wajib beriman kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya, beriman akan datangnya hari akhir dan beriman dengan takdir Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, yang baik ataupun yang buruk semuanya ditetapkan oleh-Nya. Wajib pula bagi wanita untuk beribadah kepada Alloh Subhanahu Wa Ta’ala seakan-akan kita melihat Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Bila tidak bisa menghadirkan yang seperti ini, maka ia harus yakin Alloh Subhanahu Wa Ta’ala selalu melihatnya dalam seluruh keadaannya, ketika sendiri ataupun bersama orang banyak.

Wanita juga harus melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar semampunya, melaksanakan apa yang diperintahkan dan menjauhi apa yang dilarang. Ia pun diperintah untuk berhias dengan akhlak mulia seperti jujur, amanah, dan adab-adab islam lainnya.

Pembebanan syariat atas wanita sebagaimana kepada laki-laki ini tidak lain bertujuan untuk memuliakan wanita dan menghantarkannya kapada derajat keimanan yang lebih tinggi. Karena, pemberian beban syariat kepada seorang hamba hakikatnya adalah pemuliaan bagi si hamba, ila ia melaksanakannya sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Alloh Subhanahu Wa Ta’ala. Bukankah di balik bebansyariat itu ada pahala yang dijanjikan dan kenikmatan abadi yang menanti...?

Perlu diketahui, sekalipun wanita memiliki kedudukan yang sama dengan laki-laki namun ada beberapa kekhususan hukum yang diberikan kepada wanita. Diantaranya:

  1. Wanita tidak diwajibkan mencari nafkah untuk keluarganya.

  2. Dalam warisan, wanita memperoleh setengah dari bagian laki-laki, sebagaimana Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman :

Alloh memberi wasiat kepada kalian tentang pembagian warisan bagi anak-anak kalian, yaitu anak laki-laki mendapatkan bagian yang sama dengan bagian yang diperoleh dua anak permpuan.”(An-Nisa’ : 11)

Pembagian seperti ini ditetapkan karena seorang lelaki memiliki kebutuhan untuk memberi nafkah, memikul beban, mencari rizki, dan menanggung kesulitan, sehingga pantas sekali ia menerima bagian warisan dua kali lipat dari yang diperoleh wanita. Demikian dinyatakan Al-Hafizh Ibnu Katsir rohimahullah ketika menafsirkan ayat di atas.

  1. Wanita tidak boleh memimpin laki-laki, bahkan ia harus berada di bawah kepemimpinan lelaki. Alloh Subhanahu Wa Ta’ala berfirman:

Kaum lelaki adalah pemimpin atas kaum wanita, oleh karena Alloh telah melebihkan sebagian mereka (lelaki) atas sebaian yang lain (wanita) dan karena mereka (lelaki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”(An-Nisa’ : 34)

Al-Imam Al-Alusi rohimahullah berkata: ”...terdapat riwayat menerangkan bahwa para wanita kurang akal dan agamanya, sedangkan lelaki sebaliknya. Hal ini sangatlah jelas. Karena itulah para lelaki mendapat kekhususan mengemban risalah kerasulan dan kenabian menurut pendapat yang paling masyhur. Mereka mengemban amanah amamatul kubra (kepemimpinan global) dan imamatus shughra (kepemimpinan nasional), menegakkan syiar-syiar islam seperti adzan, iqamah, khutbah, sholat jumat, bertakbir pada hari-hari tasyrik-menurut pendapat guru kami yang mulia-.demikian pula memutuskan perceraian dan pernikahan menurut pendapat mahdzb Syafi’iyyah, memberikan kesaksian-kesaksian dalam perkara poko, mendapat bagian yang lebih banyak dalam pembagian harta warisan dan berbagai permasalahan lainnya.”(Ruhul Ma’ani,3/23)

Ketika seorang wanita diangkat sebagai pemimpin oleh suatu kaum, maka meerka tidak akan beruntung. Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda:

Tidak akan beruntung suatu kaum yang mereka menyerahkan urusan mereka kepada seorang wanita.”(HR>Bukhari)

Rasulullah shollallahu alaihi wasallam bersabda seperti ini tatkala sampai berita kepada beliau bahwa penduduk Persia menobatkan Buran, putri Kisra sebagai ratu mereka.

Al-Imam Ash-Shan’ani rohimahullah berkata:””Di dalam hadits ini ada dalil yang menunjukkan tidak bolehny seorang wanita pemimpin sesuatu pun dari hukum-hukum yang bersifat umum di kalangan muslimin...”(Subulus Salam, 4/190)

Demikianlah, semua kekhususan yang ditentukan oleh islam terhadap wanita bertujuan untuk menjaga agama, akal, nasab/keturunan, jiwa, dan harta, di mana- menurut Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani rohimahullah- bila kelima perkara ini terjaga niscaya akan terwjud kebaikan dunia dan akhirat. (Fathul Bari,I/226)

Wallahu ta’ala a’lam bish-shawab.

(Ditulis kembali dari majalah Asy Syariah Vol.III/No.29/1428 H/2007 hal.83-86)

Tidak ada komentar: